GEMPA BUMI DAN TSUNAMI Artikel ini ditulis, berkaitan dengan bencana nasional gempa bumi dan Tsunami, untuk mengingatkan kembali berbagai bencana gempa bumi di tanahair. Artikel ini merupakan artikel pengetahuan ilmiah popular kontemporer, terdiri dari tiga bagian: Naskah ini asli dan belum pernah dimuat dimana pun sebelumnya. Artikel ini pertama kali saya tulis pada 1984 atau lebih 25 tahun lalu, ketika saya masih bekerja sebagai geophysicist dan seismologist, tapi belum pernah dipublikasi. Namun pengetahuan tak pernah basi.
|
Login
Similar topics
Real Time Clock
JADWAL SHOLAT
HARI INI
SELURUH WILAYAH INDONESIA
ARAHKAN POINTER KE JAM
UNTUK MELIHAT TANGGAL
THE COSMIC AESTHETICS
12:34:56 07/08/09
09:09:09 09/09/09
11:10:09 11/10/09
Navigasi
[ click to toggle ]
Latest topics
Pencarian
Iklan
Top posters
Statistics
Total 419 kiriman artikel dari user in 138 subjects
Total 30 user terdaftar
User terdaftar terakhir adalah laramli16
User Yang Sedang Online
Total 12 uses online :: 0 Terdaftar, 0 Tersembunyi dan 12 Tamu
Tidak ada
User online terbanyak adalah 32 pada 2021-10-27, 14:38
Milis
IPTEK: Biang Gempa-Bumi dan Tsunami
Achmad Firwany- Administrator
- Banyak Posan : 147
Poin : 5602
Reputasi : 2
Sejak : 01.08.09
Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok
Profesi : IT Consultant
- Post n°1
IPTEK: Biang Gempa-Bumi dan Tsunami
Achmad Firwany- Administrator
- Banyak Posan : 147
Poin : 5602
Reputasi : 2
Sejak : 01.08.09
Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok
Profesi : IT Consultant
Awal milenium ini dunia kembali diguncang berbagai gempa di berbagai penjuru, juga di Indonesia. Banyak bangunan runtuh dan hancur, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Media masa, baik cetak maupun elektronik kerap menyebutkan lokasi pusat gempa yang diduga, yang ternyata terletak beratus atau beribu mil jauhnya dari tempat kejadian. Pada kesempatan ini penulis ingin sedikit mengulas bagaimana lokasi suatu pusat gempa diketahui dan bagaimana mengetahui kapan tepatnya gempa terjadi pada sumbernya. SEISMOLOGI Gempa bumi adalah getaran alam. Ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang perilaku alam ini adalah ilmu alam atau fisika. Gempa terjadi dibawah permukaan bumi. Ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang bumi ini adalah ilmu bumi atau geologi. Sedangkan geofisika merupakan ilmu terapan yang dibangun berdasarkan penerapan fisika pada geologi untuk mengetahui perilaku fisik bumi. Seismologi adalah salah satu cabang geofisika yang khusus mempelajari tentang gempa. SEISMOGRAF Daerah sumber gempa dan kekuatan gempa dapat diketahui berkat suatu alat yang disebut seismograf, yang berfungsi mendeteksi gempa melalui sensor getaran gempa yang dalam istilah teknis disebut getaran seismik, dan mentranslasikan getaran ini kedalam gambar pola gelombang serta menterjemahkannya kedalam angka-angka besaran sebagai data. Rekaman seismograf ini disebut seismogram. Seismograf dirancang untuk untuk merekam gelombang seismik berikut data berkaitan lainnya, seperti sumber getaran, arah getaran, dan kekuatan getaran. Dalam seismologi, sumber atau pusat gempa dibawah permukaan bumi disebut fokus gempa atau hiposentrum (hypocenter), dan titik di permukaan bumi yang ditarik melalui garis tegaklurus terhadapnya disebut episentrum (epicenter). Hingga kini telah diteliti berbagai hiposentrum hingga kedalaman 1.000 km dari episentrum. Dalam kemajuan teknologi sekarang ini, seismograf modern sudah merupakan sebuah sistem komputer akusisi-data seismik waktu-nyata (real-time seismic data-aquistion computer system). Seismograf mengukur gelombang seimik dengan beberapa cara. Salah satu cara adalah dengan mendeteksi gelombang melalui sensor pengindera getaran bumi. Gelombang yang diukur pun ada beberapa macam. GELOMBANG SEISMIK Gelombang gempa yang dalam istilah teknis disebut gelombang seismik memiliki karakteristik tersendiri. Berdasarkan waktu tiba (arrival time) gelombang pada sensor seismograf, ada tiga macam gelombang seismik. Pertama, gelombang seismik primer (primary seismic wave, P-wave), yang tiba paling awal, secara fisik digolongkan gelombang membujur atau gelombang longitudinal, merupakan gelombang tekanan atau desakan (pressure wave, compression wave, push-pull wave), yang menekan dan mendorong bebatuan dalam arah rambatnya ketika melewatinya. Gelombang P merambat melalui padatan, cairan, dan gas. Di air dan di udara, gelombang ini merupakan gelombang sonik atau gelombang suara. Kedua, gelombang seismik sekunder (secondary seismic wave, S-wave), yang tiba kemudian, yang secara fisik digolongkan gelombang melintang atau gelombang transversal, merupakan gelombang guncang (shake wave) atau gelombang gunting (shear wave), yang bersifat sangat merusak karena memotong bebatuan sisi-menyisi tegak-lurus arah rambatnya. Gelombang S hanya merambat melalui padatan, tidak melalui cairan dan gas karena tak ada pergeseran beban rapat yang menghantarkannya. Ketiga, gelombang tertier (tertiary wave, T-wave), yang tiba paling ahir, merupakan gelombang permukaan (surface wave) yang menjalar sepanjang permukaan bumi, atau disebut juga gelombang seismik panjang (long seismic wave, L-wave) karena panjang-gelombangnya mencapai 1 mil, yang lebih dikenal dengan sebutan gelombang Raleigh (Raleigh wave). Gelombang P dan S disebarkan dari hiposentrum secara serentak ke semua arah pada saat gempa terjadi. Sedangkan gelombang T disebarkan secara radius oleh episentrum yang terbentuk ketika gelombang P dan gelombang S mencapai permukaan bumi. Pola gelombang permukaan adalah seperti riak gelombang terjadi pada permukaan air ketika sebutir batu dilemparkan ke kolam. MEDIA SEISMIK Gelombang P bergerak paling cepat, mencapai dua kali lipat kecepatan gelombang S. Gelombang T paling lambat. Dengan demikian waktu tiba gelombang S lebih awal daripada gelombang P, dan terahir gelombang T. Gelombang P merambat dengan kecepatan rata-rata 10 km per detik, sedangkan gelombang S rata-rata 5 km per detik. Secara fisik, kecepatan rambat gelombang seismik didalam bumi sangat bergantung pada kerapatan (density) material media dilaluinya yang sekaligus merupakan penghantarnya. Makin padat dan rapat material kerak bumi, makin cepat gelombang seismik merambat. Makin kedalam bumi, makin rapat materialnya, dan makin cepat gelombang seimik merambat seperti tampak pada tabel 1. Namun pada lapisan antara kerak bumi dan inti bumi, material kembali merenggang, menunjukkan bahwa inti bumi sebenarnya terdiri dari material cair. INTERVAL SEISMIK Diatas 7.000 mil jarak antara seismograf dan episentrum terjadi kelambatan waktu tiba gelombang P, atau gelombang P tiba dibawah jadwal semestinya. Sedangkan gelombang S seringkali tak lagi dapat dideteksi. Tampak bahwa pada pada jarak ini gelombang P telah menembus bagian kerak bumi mendekati bagian terdalam, sekitar 1.800 mil atau 2.896 km dari permukaan, yang tak lagi merupakan bagian padat dapat menghantarkan gelombang P secara cepat, melainkan bagian cair, sehingga gelombang S tak lagi terhantarkan. Karena secara alami material kerak bumi tak homogen, maka waktu tiba gelombang seismik pada stasiun berjarak sama terhadap pusat gempa tidak selalu pasti sama, tapi terjadi deviasi beberapa detik hingga menit. Permukaan bumi yang dilapisi lapisan lunak yang mengandung banyak humus atau lapisan cuaca (wheatering layer) akan memperlambat rambat gelombang. Untuk memperoleh kecepatan rambat gelombang akurat diperlukan koreksi-koreksi statis dan dinamis. Namun interval atau beda waktu tiba gelombang P dan gelombang S akan selalu lebih-kurang sama.
FOKUS SEISMIK Berdasarkan interval waktu tiba gelombang P dan S, mengacu pada table yang telah dibuat berdasarkan pengukuran-pengukuran sebelumnya, seperti pada tabel 1, dapat diketahui radius episentrum terhadap stasiun seismograf. Dengan mencari interseksi busur-busur lingkaran radius stasiun-stasiun seismograf berbeda yang tersebar di berbagai tempat sekitar gempa, yang mencatat getaran gempa secara serentak dalam waktu bersamaan, dapat diketahui arah episentrum terhadap posisi stasiun seismograf, yaitu pada titik interseksi. Paling sedikit diperlukan tiga lingkaran pada peta dimana stasiun seismograf berbeda sebagai pusat masing-masing. Secara geodetik, dengan mengukur jarak stasiun terhadap daerah terkena gempa, dapat dihitung jarak episentrum dari daerah tersebut. Dengan mengkonsultasikan hasilnya terhadap peta geografis bumi dapat diketahui dengan tepat lokasi episentrum. Sedangkan untuk mengetahui lokasi hiposentrum, informasi yang diperoleh harus dikonsultasikan dengan peta geologis dibawah episentrum. Korelasi angka-angka pada tabel dapat digambarkan sebagai grafik 1 (kurva) atau grafik 2 (batang). WAKTU SEISMIK Seismograf bekerja secara waktu-nyata (real-time), sehingga secara tepat mencatat hari, jam, menit hingga detik ketika masing-masing gelombang seismik mencapai sensor seimik pada stasiun-stasiun berbeda. Berdasarkan waktu tiba gelombang pada stasiun, dengan menghitung mundur, dapat diketahui secara tepat kapan gempa terjadi pada hiposentrum. |
Achmad Firwany- Administrator
- Banyak Posan : 147
Poin : 5602
Reputasi : 2
Sejak : 01.08.09
Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok
Profesi : IT Consultant
Belakangan ini di suratkabar dan televisi sering diberitakan tentang gempa bumi (earth-quake) berikut efek kerusakan dan kecelakaan diakibatkannya, serta ukuran kekuatannya dalam skala Richter. Gempa ini terjadi di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. Begitu juga bencana alam sebagai akibat gelombang pasang Tsunami. Tiap kali ada pemberitaan gempa, hampir selalu dinyatakan kekuatannya dalam skala Richter, yang bagi banyak orang awam tidak dapat mengartikannya, kecuali akibat gempa ditimbulkannya. Tulisan ini akan sedikit mengupas apa yang dimaksud dengan skala Richter, dan berapa besar tenaga seismik yang mampu mengguncang bumi pada skala tersebut. SKALA GEMPA Skala yang dimaksud diatas adalah skala kekuatan gempa-bumi yang digunakan dalam seismologi dan geofisika. Skala ini merupakan tingkat ukuran kekuatan (intensity) dan besaran (magnitude) gempa, yang menyatakan besar energi kandungan goncangan tersebut. Selanjutnya disini disebut sebagai MS (Mercalli Scale) dan RS (Richter Scale). Berikut ini adalah perbedaan mendasar antara dua skala ini. MS merupakan skala kekuatan kentara (apparent intensity) yang diukur secara visual dan subyektiv, berdasarkan pada akibat atau efek tampak ketika gempa berlangsung. MS dinyatakan dalam angka romawi dari I sampai XII. Sedangkan RS merupakan skala kekuatan mutlak (absolute intensity) yang diukur secara obyektif, berdasar pada pengukuran gerak tanah, sebagaimana ditentukan oleh rekaman gelombang seismik, yang dihasilkan oleh seismograf yang dipasang pada suatu jarak diketahui dari episentrum (pusat gempa pada permukaan bumi) yang tegaklurus terhadap hiposentrum (sumber gempa didalam bumi). RS dinyatakan dalam angka arabik dari 1 sampai 9, selebihnya skala dibawah 1 dan diatas 9 merupakan skala ektensi untuk gempa ekstra. MS dikatakan sebagai skala subyektif karena disusun berdasarkan pada akibat gempa dirasakan atau tampak oleh manusia pada suatu area episentral. Jadi MS tak menentukan berapa besar kekuatan goncangan sebenarnya pada hiposentrum. Karena penyusunan kekuatan gempa yang tak obyektif pada MS, maka pemakaian skala RS lebih memuaskan untuk referensi ilmiah, dan mengingat bahwa RS juga disusun berdasarkan pada amplitudo runutan (trace amplitude) getaran pada seismograf. SKALA MERCALLI Skala pertama kekuatan subyektif gempa bumi, terdiri dari 10 skala, diperkenalkan pada 1883, merupakan perbaikan skala yang diajukan pada 1874 oleh M.S. Rossi dan F.A. Forrel. Skala ini disempurnakan lagi pada 1902 oleh G. Mercalli, Cancani, dan Sieberg, sehingga menjadi 12 skala, yang diatas disebut sebagai MS. Namun skala ini kemudian diperbaiki lagi pada 1931 oleh Wood dan Newman, dan versi termodifikasi yang disebut sebagai MMS (Modified Mercalli Scale) ini, secara otomatis menggantikan MS. Pada 1950 di Jepang, para seismologis Jepang juga membuat ukuran objektif gempa dalam 7 skala dapat disesuaikan dengan MS. SKALA RICHTER Karena MMS masih memiliki referensi yang subyektif, maka skala kekuatan obyektif gempa bumi diajukan pada 1935 oleh Charles F. Richter dan Benno Guttenberg, seismologist Amerika Serikat, di California Institute of Technology, skala mana hingga kini kita kenal sebagai skala Richter atau RS. Untuk menghubungkan efek RS terhadap MMS, pada 1956 Richter melakukan penyesuaian besaran pada MMS yang sesuai dengan besaran pada RS, sehingga diperoleh hubungan skala subyektif dan skala obyektif. MMS yang dimodifikasi oleh Richter ini disebut sebagai MMS 56. Namun Pada 1964 MMS 56 diperbaiki lagi oleh Medvedev, Sponheuer, dan Karnik, dan disebut MSK MMS 56. Istilah MS atau MMS yang digunakan sekarang merujuk pada skala modifikasi terahir ini. Deskripsi lengkap tentang skala intensitas seismik ini mengacu pada buku-teks Richter (Richter, Charles F., Elementary Seismology. Freeman, San Francisco, USA, 1958). PENGUKURAN SKALA Dalam MS, intensitas gempa membesar sesuai dengan nomor skala. Getaran paling lemah dinyatakan pada skala I, berada dibawah ambang batas kepekaan manusia, disebut getaran infra-seismik, hanya dapat dideteksi oleh sensor seismograf. Getaran sangat lemah pada skala II, dapat dirasakan oleh sebagian orang yang tengah berada pada keadaan diam ketika gempa sedang berlangsung. Getaran lemah pada Skala III, dapat dirasakan oleh sebagian orang yang berada pada tempat diam, seperti rumah, tapi tidak bagi mereka yang tengah berada pada kendaraan bergerak. Pada skala III ini, air pada bejana sudah mulai bergoyang. Pada skala IV, getaran merambat keseluruh rumah. Skala V akan membanting daun pintu dan jendela rumah. Skala VI akan menggeser perabotan rumah. Skala VII akan mendentangkan lonceng gereja, dan orang yang sedang mengendarai mobil dapat merasakan getarannya. Skala VIII akan menumbangkan pohon dan melongsorkan tanah. Skala IX akan merekahkan tanah beberapa cm dan membengkokkan rel kereta-api. Skala X merekahkan tanah hingga beberapa meter dan mengambrukkan jembatan. Pada skala XI, bangunan gedung runtuh total. Sedangkan pada skala XII, tanah merekah hingga beberapa km, sebagian permukaan tanah terangkat dan sebagian lagi terhentak, dan terjadi pengrusakan total permukaan bumi. Deskripsi MS adalah seperti pada tabel 1.
FORMULA RICHTER Besaran mutlak skala Richter dinyatakan sebagai berikut : Magnitudo skala Richter adalah nilai logarithma berbasis 10 dari tinggi amplitudo maksimum gelombang seismik dalam mikrometer yang dicatat oleh seismograf dengan faktor perbesaran 2.800 dan faktor peredaman 0,8, berjarak 100 km dari episentrum. Untuk jarak berebeda seismograf terhadap episentrum, Richter membuat tabel koreksi. Secara matematis, magnitudo skala Richter dihitung dengan formula Richter. Formula Richter adalah sebagai berikut : M Richter scale = log (A / T) + F (g,h) + Cs + Cr, dimana M = magnitudo atau besaran skala Richter, A = amplitudo maksimum pada seismogram dalam unit mikrometer, T = tempo atau periode waktu gelombang seisimik dalam detik per siklus, F (g,h) = fungsi koreksi jarak dari episentrum ke geosensor seismograf (g), dan dari episentrum ke hiposentrum (h), Cs = koreksi stational, dan Cr = koreksi regional. TENAGA GEMPA Besar energi seismik terkandung dalam gucangan gempa dihitung dengan formula matematik sebagai berikut : 10 log E = 11,3 + 1,8 x M Richter scale, dimana E = energi dalam unit Erg, atau 10 Log E = (11,3 + 1,8 x M Richter scale) / 10^7, untuk E = energi dalam unit Joule. 1 Joule setara dengan energi dibutuhkan untuk memindahkan batu seberat 1 kg sejauh 1 meter. Berarti gempa berkekuatan 6 skala Richter memiliki energi sebesar 10^22 erg (10 log E = 22,1) atau 10^15 Joule. Energi mana mampu menggeser batu seberat seribu ton atau sejuta kg (10^6 kg) sejauh sejuta km (10^9 m) dalam waktu 1 detik. EFEK GEMPA Efek gempa besar paling jelas adalah guncangan (shock). Ada tiga macam guncangan terjadi, khususnya di episentrum. Pertama, guncangan awal (fore-shocks, initial shocks), merupakan gempa kecil disebut tremor, biasanya terjadi beberapa kali, dan makin lama makin kuat. Kedua guncangan utama (main shock), merupakan gempa merusak. Bisa cukup sekali, tapi bisa juga beberapa kali. Ketiga guncangan ahir (after-shock, final shocks), juga merupakan tremor yang terjadi beberapa kali, tapi makin lama makin lemah. Pada gempa besar, guncangan ahir ini baru meredam setelah beberapa bulan. Efek utama gempa adalah suara keras. Sebagian besar suara ini justeru bukan berasal dari hiposentrum, melainkan dari episentrum dan radius efektifnya pada permukaan bumi sebagai akibat benturan dan keruntuhan. Efek kedua adalah api dan kebakaran. Api terjadi jika dari dalam bumi disemburkan gas panas, khususnya jika terjadi ledakan gunung berapi, tapi juga bisa berasal dari instalasi pipa gas dan listrik dibawah tanah. Ketiga adalah efek terhadap air laut, terlebih jika sumber gempa berada dibawah permukaan samudera, maka akan terjadi gelombang seismik lautan yang mirip gelombang pasang, yang populer dengan nama Tsunami. Panjang-gelombang Tsunami dari puncak ke puncak bisa mencapai 200 km dan tinggi puncak amplitudo gelombangnya bisa mencapai 20 meter, sehingga bila menerpa pantai mampu masuk ke dalam pesisir sejauh 2 s/d 20 km dan menyapu bangunan setinggi 2 s/d 20 meter. |
Achmad Firwany- Administrator
- Banyak Posan : 147
Poin : 5602
Reputasi : 2
Sejak : 01.08.09
Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok
Profesi : IT Consultant
Frekuensi gempa bumi belakang ini cukup tinggi. Terjadi di berbagai tempat di belahan bumi, dengan kekuatan bervariasi. Banyak ahli geofisika mencoba menjelaskan fenomena ini, sejak berabad-abad lalu: Mengapa gempa terjadi? Orang awam umumnya tahu bahwa ledakan gunung berapi menimbulkan gempa bumi. Tapi gempa juga bisa terjadi tanpa ada sebuah gunung pun yang meletus. Orang pun berasumsi bahwa mungkin ada gunung meledak dibawah permukaan laut, atau peristiwa seperti Krakatau tengah terjadi. Tulisan ini mencoba sedikit menelesuri berbagai penyebab gempa bumi. SEBAB GEMPA Berdasarkan penyebabnya, ada dua macam gempa. Gempa alami (natural quake) yang terjadi secara alami, dan gempa buatan atau gempa tiruan (artificial quake) yang sengaja dibuat manusia untuk tujuan teknik atau ilmiah. Gempa buatan-manusia dilakukan misalnya seperti akibat percobaan bom atom, dan penelitian untuk mengetahui komposisi lapisan-lapisan tanah dibawah permukaan bumi, untuk pemetaan geologik, khususnya untuk keperluan pertambangan seperti eksplorasi minyak dan gas bumi. Sudah tentu gempa buatan-manusia merupakan gempa terkendali yang tak merusak dan membahayakan. Namun ternyata kita bisa belajar banyak dari gempa tiruan. Dengan mensimulasi gempa, kita bisa lebih banyak tahu tentang cara bagaimana mendeteksi sumber gempa alami berikut kandungan energi seismik dilepaskannya. Berdasar asalnya, gempa alami dapat dibedakan atas dua macam, yaitu yang berasal dari dalam bumi (internal origin), dan yang berasal dari luar bumi (external origin, extra-terrestrial) seperti gempa karena benturan meteor atau komet dari angkasa luar. Sedangkan gempa berasal dari dalam bumi sendiri masih dapat dibedakan atas dua macam berdasarkan sumbernya, yaitu gempa vulkanik dan gempa tektonik. Gempa vulkanik disebabkan oleh letusan gunung berapi (vulcano), baik yang berada di daratan maupun dibawah permukaan lautan. Sumber gempa vulkanik mudah diketahui berdasarkan peta gunung berapi, dan daerah yang terguncang jelas hanya sekitar radius gunung, serta efek kerusakan yang ditimbulkan bergantung pada efektivitas dan frekuensi ledakan. Namun gempa yang paling sering terjadi justeru tergolong tektonik, dan gempa tektonik ini puluhan hingga ribuan kali lebih kuat dari gempa vulkanik. Gempa tektonik disebabkan oleh pergesaran lempeng tektonik (tectonic plate) pada kerak (crust) bumi, khususnya pergerakan sepanjang retakan-retakan (faults) dan patahan-patahan (cracks) lempeng tektonik. Teori pergeseran lempeng tektonik atau hanyutan benua (continental drift) atau penyebaran dasar laut (sea-floor spreading) merupakan teori geofisika paling modern tentang perilaku kerak bumi yang mampu menjelaskan secara rinci sebab gempa tektonik. Teori ini mendasarkan pada kenyataan bahwa kerak bumi merupakan sekumpulan lempengan-lempengan padat dan berat yang mengambang diatas lapisan bumi cair dan lunak seperti lumpur beku (slush). Formasi bebatuan dan karang pada kerak dibumi dibentuk dari dasar kerak bumi, dan berlangsung terus menerus sebagai efek pelepasan panas inti bumi cair yang mendidih melalui selimut (mantel) bumi. Ketika suatu formasi baru dibentuk, terjadi desakan dari bawah yang menggeser lempengan, sehingga terjadi keretakan dan benturan antar patahan lempeng. Teori hanyutan benua ini sebenarnya telah dinyatakan 15 abad lampau secara tersurat dalam Al-Qur`an, surah 27 ayat 88: Dan kalian-telah-menampak sang-gunung-gunung dengan-samar-berulang-samar-akan–dia [seolaholah dia] tengah-mandak [diam, statik], dan [padahal] dia dia-tengah-beranjak [bergerak, dinamik, hanyut bersama benua] bagai-telah-beranjak sang-awan. [demikianlah] pelaksanaan Allah Dia-yang Dia-telah-mengokohkan | memantapkan segala sesuatu. Sesungguhnya Dia [Allah] menerima-kabar tentang apa-apa-saja-yang kalian-lakukan.[ Q `aln naml 27:88 ] GRAVITASI DAN MAGNETIK Kerak bumi memiliki ketebalan rata-rata 25 mil atau sekitar 40 km. Dibawah lithosfir atau landas benua, kerak ini merupakan lapisan granitik Si-Al (Silisium-Aluminium) dan dapat mencapai kedalaman 40 mil atau 64 km, tapi hanya 5 mil atau 8 km dibawah hidrosfir atau dasar laut sebagai lapisan basaltik Si-Ma (Silisium-Aluminium). Tebal lapisan lempeng tektonik diperkirakan sekitar 40 km sesuai dengan ketebalan kerak. Dibawah kerak atau lempeng ini terdapat lapisan antara semacam lumpur beku yang dikenal dengan istilah ketaksinambungan Mohorovisis (Mohorovicic discontinuity) dengan ketebalan sekitar 100 km. Dibawahnya adalah lapisan mantel karang silika padat dengan ketebalan sekitar 1.800 mil atau 2.896 km yang menyelimuti inti bumi. Inti bumi terdiri dari bagian cair dan bagian padat, keduanya merupakan komposisi besi dan nikel panas. Didalam inti cair setebal 1.360 mil atau 2.188 km diperkirakan terdapat inti bumi padat super rapat dengan radius mencapai 815 mil atau 1.312 km. Diperkirakan inti bumi padat merupakan pembangkit medan gravitasi bumi, dan inti bumi cair sebagai pembangkit medan magnetik bumi. Total radius bumi rata-rata pada ekuator sekitar 3.963 mil atau 6.378 km. Namun dari ketebalan ini, tak lebih dari seperseratusnya yang mampu kita teliti dengan baik dengan teknologi yang telah kita miliki sekarang ini. ISOTASI Apapun teori dikemukakan untuk menjelaskan gempa alami berasal dari dalam bumi, yang jelas dapat kita garisbawahi bahwa tiap saat bumi selalu berupaya mencapai tahana keseimbangan sementara (quasi equilibrium state), penyesuaian-kembali isostatik (isostatic readjusment), atau restorasi isostasi (restoration of isostacy) dalam medan gravitasi dan medan elektromagnetik buana, keseimbangan mana disebut isostasi (isostacy) oleh Dutton, geologis Amerika, pada 1889. Karenanya bumi tak pernah diam. Bumi kita sesungguh adalah benda yang memiliki kecerdasan kosmik (cosmic intelligence), sebagai salah satu benda angkasa yang turut menjaga keseimbangan kosmik secara keseluruhan.
BIBLIOGRAFI
INTERNET SOURCES
|
Achmad Firwany- Administrator
- Banyak Posan : 147
Poin : 5602
Reputasi : 2
Sejak : 01.08.09
Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok
Profesi : IT Consultant
|
Dalam waktu sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah lebih sepuluh kali diguncang gempa tektonik (tectonic quake) besar. Yang terbesar, Desember 2004, di DIA (Daerah Istimewa Aceh) dan propinsi Sumatera Utara, dan sekitarnya, dengan kekuatan 9,9 pada skala Richter, sehingga disusul oleh Tsunami, dan menewaskan lebih 170.000 orang. Dan yang terbesar kemudian, Mei 2006, di DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan sekitarnya, dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter, dan menewaskan lebih 5.500 orang. Sebelumnya, gempa di Nias, Maret 2005 lalu, menewaskan sekitar 1.000 orang. Belum terhitung korban jiwa gempa di Sulawesi dan Papua.
Gempa tektonik semacam ini akan terus-menerus terjadi secara periodik di berbagai wilayah di Nusantara, bahkan di seluruh dunia, terutama di wilayah pesisir, seperti dinyatakan oleh garis tegas tampak pada gambar dibawah ini.
Gempa tektonik, sebagaimana halnya dengan gempa vulkanik (gempa gunung-api), pada dasarnya sedikit-banyak masih bisa diprediksi secara ilmiah, jauh hari sebelumnya, meskipun tak dapat tepat benar, dalam arti ada error, namun masih dalam batas toleransi. Tapi entah mengapa pendapat para ahli gempa kurang mendapat respons semestinya. Padahal kalau dihitung, biaya finansial penelitian ilmiah dan pembelian instrumentasi teknis yang diperlukan untuk memprediksi kemungkinan ini, jauh lebih kecil dari kerugian harta dan jiwa karenanya.
TUJUH LEMPENG TEKTONIK MAYOR DI PERMUKAAN BUMI
Karena lempeng tektonik ini mengapung, mereka bergerak dan bergeser antar sesamanya, pelan tapi pasti, dan benturan antar mereka menimbulkan "gempa tektonik".
SEJARAH ILMIAH LEMPENG TEKTONIK
Sejarah atau kisah pembentukan lempeng tektonik, merupakan bagian tak terpisahkan dari kisah pembentukan samudera dan benua di seluruh permukaan Bumi (all oceans and continents over the whole surface of the Earth). Sejak 300 juta hingga 30 juta tahun lampau, telah berlangsung evolusi geologis yang sangat signifikan dalam pembentukan samudera dan benua di permukaan Bumi. Restrukturisasi dan reformasi permukaan Bumi terus berlangsung. Menurut teori geologi, konon dalam era PalaeoZoic 250-200 juta tahun silam, di seluruh Bumi hanya ada satu benua dan satu samudera, yang merupakan asal dari segala benua dan samudera yang ada sekarang, yaitu samudera "Tethys" dan benua "Pangaea". Namun ketika berlangsung pencairan es pada epoh glasial dan pengeringan pada epoh interglasial di periode Triassic dan Jurassic dalam era MesoZoic 200—150 juta tahun lampau, benua tunggal ini belah dua jadi sepasang benua, yaitu benua "Laurasia" di utara dan "Gonwana" di selatan, yang dipisahkan oleh terusan lautan Tethys yang berfungsi sebagai selat di antaranya. Di periode waktu geologik Jurasic inilah terjadi kebangkitan dinasti Dinosaurus.
Waktu terus berlalu, epoh glasial dan interglasial berlanjut hingga periode Cretaceous dalam era MesoZoic 100-50 juta tahun lampau, benua tunggal ini pecah jadi 3, kemudian 5, dan akhirnya 7. Hingga total ada 7 benua dan 7 samudera. Jika dalam periode Triassic dan Jurassic benua-benua jaraknya reativ berdekatan, maka dalam periode Cretaceous, benua-benua bergerak saling menjauh satu terhadap yang lain. Sejak 50 juta tahun lampau, dunia berada dalam era CaenoZoic atau PhaneroZoic, dan hingga sekarang pergeseran benua masih terus berlangsung. Hipotesa dan teori pembentukan samudera dan benua ini, dalam geologi dinamakan hanyutan benua (continental drift). Hipotesa dan teori ini diajukan oleh banyak ahli, antara lain seperti dibawah ini. KONTRIBUTOR HIPOTESA DAN TEORI
Teori ini mungkin tak sepenuhnya benar, tapi hanya teori ini yang bisa menjelaskan mengapa semua benua bergerak. Teori ini kemudian diperbaiki oleh banyak ahli geologi menjadi teori lempeng tektonik (tectonic plate). Sekarang teori ini telah direvisi dari tahun ke tahun dan terus bertahan, karena hanya teori inilah yang satu-satunya dapat menjelaskan secara ilmiah distribusi pusat gempa tektonik di berbagai belahan Bumi sejak ratusan tahun silam.
Bisa jadi teori hanyutan benua dan lempeng tektonik ini benar dan final, karena lebih lima belas abad silam, Tuhan, Allah, The Creator of The Earth, telah menyatakannya secara tersurat melalui ayat AlQur`an.
wa taraa `al jibaala, tahsabu haa jaamidatan, wa hiya tamurru marra `als sahaabi. shun'a`allaahi `alladziy `atqana kulla syay`in. `inna huu khabiyrunm bi maa taf'aluwna.[ Q `aln naml 27:88 ] Dan kalian-telah-menampak sang-gunung-gunung dengan-samar-berulang-samar-akan–dia [seolaholah dia] tengah-mandak [diam, statik], dan [padahal] dia dia-tengah-beranjak [bergerak,
Tuhan, Allah juga secara tegas menyatakan dalam Al-Qur`an bahwa berlangsung pemapakkan kutub-kutub Bumi yang terjadi karena dampak rotasi aksial Bumi dan pengikisan pesisir benua yang terjadi karena dampak erosi kontinental.
`a wa lam yaraw `annaa natiy `al `ardha, nanqushu haa min `athraafi haa. [ Q `alr rá’du 13:41 ] Apakah dan tak-sudah mereka-telah-memperhatikan bahwasanya Kami-[Allah dengan para-malaa`ikat dan makhluq lain yang terlibat sebagai alat]-mendatangi sang Bumi, Kami-mengurangi dia [Bumi] dari tepi nya.[ Q `alr rá’du 13:41 ]
Diatas tujuh lempeng tektonik dunia ini terhampar tujuh benua dan tujuh samudera.
TUJUH BENUA - SEVEN CONTINENTS
TUJUH SAMUDERA - SEVEN OCEANS
Apakah semua ini hanya kebetulan belaka atau kesengajaan dari Sang MahaPencipta?
|
BIBLIOGRAFI
INTERNET SOURCES
|
|
Achmad Firwany- Administrator
- Banyak Posan : 147
Poin : 5602
Reputasi : 2
Sejak : 01.08.09
Lokasi Domisili : Parung. Bogor | Sawangan. Depok
Profesi : IT Consultant
KOMPAS.com — Fenomena kegempaan telah terjadi sejak permukaan Bumi ini terbentuk. Untuk memahaminya, dikembangkan seismologi, bagian dari ilmu kebumian. Namun, hingga kini gempa belum juga dapat diperkirakan sehingga selalu mengancam kehidupan di atasnya. Riset pun terus berjalan.
Awal pekan lalu muncul rumor akan terjadi gempa berkekuatan 8,5 skala Richter pada Sabtu, 24 Oktober 2009. Guncangannya disebutkan mengarah ke Jakarta.
Berita yang disebutkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) itu telah dibantah Kepala BMKG, 19 Oktober. Isu ini tidak mempunyai dasar ilmiah yang jelas karena gempa tektonik belum bisa diprediksi secara ilmiah.
Kenyataannya pada tanggal itu Jakarta ”aman-aman” saja. Meski terjadi gempa pada pagi hari (pukul 10.09 WIB), skalanya hanya 5,1 SR dan hanya sedikit menggoyang Sukabumi.
Lalu ada gempa lagi pada malam harinya (21.40 WIB) di Laut Banda. Gempa tergolong kuat (7,3 SR) dengan pusat ada pada jarak 209 kilometer barat laut Saumlaki, Maluku. Karena pusat gempanya dalam, guncangannya terasa hingga ke Ambon dan Merauke.
Sejauh ini, ilmu kebumian yang dikuasai manusia baru sebatas merekam gempa yang terjadi, baik waktu, lokasi, maupun intensitasnya. Belum ada teknik prediksi gempa yang tergolong maju dan teruji secara ilmiah.
Namun, upaya rintisan ke arah itu terus dilakukan. Salah satu teknik pemantauan menggunakan gelombang elektromagnet (EM) yang terpancar dari perut Bumi. Penelitian ini telah lama dirintis Varotsos, pakar geofisika dari Universitas Athena, Yunani, pada tahun 1884.
Menurut dia, teknik ini memiliki prospek yang baik untuk memperkirakan gempa karena tingkat kesuksesannya dalam memprediksi gempa ketika itu sudah mencapai 63 persen.
Melihat prospek itu, beberapa negara maju, di antaranya Jepang dan Taiwan—yang kerap diguncang gempa—seperti halnya Indonesia, belakangan ini gencar melakukan pengembangan teknik ini, tidak hanya untuk mengamati sebaran EM di lapisan litosfer Bumi, tetapi juga di atmosfer hingga ionosfer.
Gelombang EM digunakan untuk mengindikasikan terjadinya gempa karena percepatan gerakan lempeng dan magma akibat perubahan formasi bebatuan di perut Bumi menimbulkan lonjakan gelombang elektromagnet. Anomali ini terlihat sebelum gempa terjadi.
Menggali ilmu pemantauan gempa dari dua negara itu, Djedi S Widarto, peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, beberapa waktu lalu mengungkapkan hasil risetnya di Liwa, daerah di pesisir barat perbatasan Lampung-Bengkulu yang diguncang gempa dahsyat beberapa tahun lalu.
Pertanda munculnya gempa tektonik dapat diketahui dua hingga lima hari sebelum kejadian, ditunjukkan adanya anomali gelombang elektromagnet di permukaan Bumi. ”Ada lonjakan elektromagnetik sekitar 5 milivolt sebelum terjadi gempa besar di daerah itu,” urainya. Penyimpangan ini bahkan terpantau di lapisan ionosfer yang berada 300 hingga 400 kilometer di atas permukaan Bumi.
”Dengan berkembangnya teknik sensor dan instrumentasi, pemantauan anomali elektromagnetik dalam 5-10 tahun mendatang dapat digunakan sebagai parameter untuk memprediksi gempa tektonik,” ujar Djedi, doktor geofisika dari Kyoto University.
Akibat pergerakan lempeng, terjadi rekahan yang memengaruhi gaya berat dan mineral magnetis di dalam Bumi sehingga mengganggu kestabilan gaya medan elektromagnetik. ”Gangguan ini bisa sampai radius 400 kilometer di atas permukaan Bumi, pada lapisan ionosfer,” ujar Djedi, yang menyelesaikan riset itu di Institute of Space Science National Central University, Taiwan.
Sementara itu, peneliti dari Lapan, Sarmoko Saroso, yang melakukan penelitian anomali elektromagnetik di institut yang sama, memperoleh data adanya anomali EM ketika terjadi gempa Aceh, 26 Desember 2004 lalu. Data tersebut terekam pada waktu yang bersamaan di empat stasiun global positioning system (GPS), yaitu di Medan, Singapura, Myanmar, dan India.
Pascagempa Aceh, para pakar dari kedua negara tersebut sepakat menjalin kerja sama riset lebih lanjut, melibatkan lembaga penelitian di Indonesia, yaitu LIPI dan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional.
Pengukuran elektromagnetik dilakukan dengan menggunakan jaringan GPS, selain alat magnetometer, sensor elektroda geolistrik, dan teropong korona. Sistem ini dilengkapi dengan alat telemetri untuk data secara real time. Penelitian di Liwa tahun 2005 itu mendeteksi lonjakan gelombang elektromagnetik sebagai pertanda gempa tektonik berkekuatan 5,2 SR pada 12 hari sebelum kejadian.
Asperitas
Selain teknik pengukuran gelombang elektromagnet itu, Jepang mulai meneliti asperitas (asperity), yaitu tingkat kekasaran permukaan lempeng di zona subduksi dengan sistem seismograf. ”Dengan mengetahui kekasaran permukaan, dapat diketahui terjadinya perlambatan gerak penunjaman hingga akhirnya 'terkunci' dan kemudian lepas atau menggelosor,” tutur Eko Yulianto, yang meraih doktor geologinya dari Universitas Hokkaido, Jepang.
Yoshiko Yamanaka dan Masayuki Kikuchi dari Institut Riset Gempa Bumi Universitas Tokyo meneliti karakteristik kekasaran permukaan (asperity) lempeng, dengan mempelajari sumber kegempaan di daerah antarlempeng atau zona subduksi di lepas pantai Distrik Tohoku, timur laut Jepang.
Penelitian yang dipublikasikan tahun 2003 ini berdasarkan data seismik regional selama lebih dari 70 tahun lalu. Mereka menemukan tiga kategori pola distribusi asperitas lempeng di Tohoku, dibedakan pada tingkat kekasaran dan kegempaan yang ditimbulkannya.
Senin, 26 Oktober 2009 | 08:18 WIB
Yuni Ikawati
Editor: wsn
Sumber : http://sains.kompas.com/read/xml/2009/10/26/08182486/Upaya.Prediksi.Gempa
2011-10-01, 14:38 by Achmad Firwany
» FISIKA: Penemuan Partikel Lebih Cepat daripada Cahaya
2011-10-01, 14:30 by Achmad Firwany
» FISIKA: Memahami Kedudukan Fisika Kuantum
2011-10-01, 14:26 by Achmad Firwany
» FISIKA: Konversi dan Konservasi Energi
2011-10-01, 14:15 by Achmad Firwany
» BUKU: Amazing Baitullah
2011-09-15, 10:20 by Admin
» BIZ: Jadilah Orang Kaya! Bukan Orang Miskin!
2011-01-12, 08:12 by Achmad Firwany
» PLANETOS: Dijual, Tanah di Planet Serupa Bumi
2011-01-11, 14:54 by Achmad Firwany
» PARTIKEL: Target Sains 2011: Temukan 'Partikel Tuhan'
2011-01-11, 14:44 by Achmad Firwany
» PLANETOS: Jumlah Planet di Tata Surya Akan Berkurang
2011-01-11, 14:40 by Achmad Firwany
» ASTROS: R136a1 - Bintang Terbesar SejagatRaya
2011-01-11, 14:37 by Achmad Firwany
» PLANETOS: Atmosfir Pluto Terbalik Dibanding Bumi
2011-01-11, 14:32 by Achmad Firwany
» PLANETOS: Atmosfir Pluto Terbalik Dibanding Bumi
2011-01-11, 14:32 by Achmad Firwany
» ESAI: Antara si Kaya dan si Miskin
2011-01-11, 14:25 by Achmad Firwany
» KOSMOS: Peneliti Temukan Planet Bertabur Berlian
2011-01-11, 14:19 by Achmad Firwany
» MATH: Prefiks Metrik Vs Digital
2011-01-10, 15:06 by Achmad Firwany
» BIOFISIKA: Spektrum Frekuensi Gelombang Otak Manusia
2011-01-10, 12:36 by Achmad Firwany
» HELIOS: Letusan Bintik Matahari Ancam Bumi
2011-01-10, 11:14 by Achmad Firwany
» IPTEK: Amerika Bangun Megaproyek Matahari Buatan
2011-01-10, 11:09 by Achmad Firwany
» KOSMOS: Bibit Kehidupan Bumi dari Luar Angkasa?
2011-01-10, 11:03 by Achmad Firwany
» KOSMOS: Bayi Lubang Hitam Ini Bisa Melahap Bumi
2011-01-10, 10:58 by Achmad Firwany
» UCAPAN: Selamat Tahun Baru
2010-12-28, 11:19 by Admin
» KOSMOS: Alam Semesta Berkembang dari Cairan
2010-12-28, 10:48 by Achmad Firwany
» KOSMOS: Sungguh Melas Stephen Hawking ...
2010-09-07, 09:13 by Agus Haryo Sudarmojo
» UCAPAN: Selamat 'Iydul Fithri - Mohon Ma'af Lahir dan Bathin
2010-09-07, 07:20 by Admin
» LEBARAN: Yang Tak Puasa Tak Usah Lebaran!!!
2010-09-03, 13:12 by Achmad Firwany
» INFO: Kerja Sama AXIS dan PT Pos Indonesia (Persero) untuk Cerdaskan Umat
2010-08-31, 23:32 by com19-axis
» BEDAH BUKU: Perjalanan Akbar Ras Adam
2010-08-31, 23:13 by Admin
» ESAI: Negara Manakah Terkaya di Dunia?
2010-08-31, 22:49 by Admin
» KOSMOS: Astronom Amatir Abadikan Hantaman Benda Asing Terhadap Jupiter
2010-08-27, 01:52 by Achmad Firwany
» KOSMOS: Stephen Hawking: tak Mau Punah, Manusia Harus Mencari Planet Lain
2010-08-27, 01:28 by Achmad Firwany
» KOSMOS: Peneliti Yakin Bumi Kiamat Tiap 27 Juta Tahun
2010-07-18, 11:53 by Achmad Firwany
» KOSMO: Kandungan Air di Bulan Ternyata Lebih Banyak dari Perkiraan
2010-06-15, 18:25 by Achmad Firwany
» MISTERI: Patung Berusia 200.000 Tahun Ditemukan Di Bulan!
2010-06-11, 21:35 by Achmad Firwany
» FAKTA: Penemuan BawahLaut Koreksi Waktu Islam Masuk ke Nusantara
2010-06-01, 14:42 by Achmad Firwany
» IPTEK: Peneliti Kembangkan Sel Hidup Sintetis. Android dan Cyborg Akan Jadi Kenyataan!
2010-06-01, 14:34 by Achmad Firwany
» INFONET: Orang Pakistan Ciptakan FaceBook Muslim
2010-06-01, 14:20 by Achmad Firwany
» PARTIKEL: Mencari Partikel Antimateri Hingga Antariksa
2010-05-01, 09:21 by Achmad Firwany
» METEOR: Ledakan Meteorit Langka dan Acak
2010-05-01, 08:34 by Admin
» PROMO: AXIS Salam Komunitas 19: Kartu PonSel Islami. Gratis Tawshiah Selamanya ...
2010-05-01, 08:02 by com19-axis
» INFOTEK: Terapkan 42 Mbps, Indonesia Terdepan di Asia
2010-04-28, 04:03 by Admin
» INFOTEK: Eropa Bangun Teleskop Terbesar Dunia di Chile
2010-04-28, 03:43 by Admin
» BEDAH BUKU: Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al Qur`an
2010-04-26, 14:53 by Admin
» ASTRO: Foto Pertama Mikroskop Matahari
2010-04-23, 18:08 by Achmad Firwany
» KOSMOS: Kita Senantiasa Berpindah dalam Ruang dan Waktu
2010-04-23, 17:39 by Achmad Firwany
» ASTRO: Kerumitan Perhitungan Saat: Hari - Bulan - Tahun
2010-04-23, 17:29 by Achmad Firwany
» SAINS: Sistem Kalender Bumi: 20102 Qiamat? Kalkulasi Manusia Tak Pernah Bisa Presisi!
2010-04-20, 09:01 by Achmad Firwany
» FISIKA: MATERIAL: Logam Makin Keras dan Lentur
2010-04-19, 17:54 by Admin
» ASTRO: Bintang Neutron, Supernova dan Lubang Hitam
2010-04-19, 09:43 by Admin
» KOSMOS: Rahasia Kosmik Sang Air: Fenomena Natural dan SupraNatural
2010-04-19, 05:10 by Achmad Firwany
» EPILOG: Kekaguman Dunia Terhadap Islam
2010-04-08, 12:43 by Admin
» EPILOG: What Did Charles Darwin Say?
2010-04-08, 08:46 by Admin
» EPILOG: The Physics Philosophy
2010-04-08, 08:11 by Admin
» KOSMOS: Sebelas Planet dalam Tata Surya Kita?
2010-03-21, 01:14 by Achmad Firwany
» SAINS: Penjelasan IpTek Tentang Isue HuruHara 2012
2010-03-21, 00:38 by Achmad Firwany
» SAINS: LAPAN: Badai Matahari 2012 Bukan Kiamat
2010-03-20, 22:36 by Achmad Firwany
» SAINS: Asteroid Raksasa Penyebab Kepunahan Dinosaurus
2010-03-20, 22:32 by Achmad Firwany
» TESQ: Dinding Antara Dua Laut di Giblatar dan Sungai BawahLaut di Meksiko
2010-03-20, 07:53 by Achmad Firwany
» KOSMOS: Gerombolan Bintang Asing Invasi Bima Sakti
2010-03-06, 15:23 by Achmad Firwany
» KOSMOS: Semesta Kita Ternyata Hologram Raksasa
2010-02-22, 08:31 by Admin
» IPTEK: Blue-Green Algae Penyumbang O2 di Planet Bumi Sejak 3,8-3,5 Milyar Tahun Lalu
2010-02-09, 13:28 by Agus Haryo Sudarmojo
» IPTEk: Andai Komet Tak Pernah Menumbuk Bumi
2010-02-09, 13:13 by Agus Haryo Sudarmojo
» IPTEK: KOSMOS: Hipotesis Gaia: Bumi Yang Hidup Dan Bernafas
2009-12-03, 15:52 by Achmad Firwany
» IPTEK: KOSMOS: 10 Fakta dan Bantahan Keberadaan Alien
2009-12-03, 15:20 by Achmad Firwany
» IPTEK: KOSMOS: Pelacakan Ledakan Bintang Raksasa SuperNova
2009-12-03, 14:58 by Achmad Firwany
» IBADAH: Bila Hari Raya Hari Jum'at
2009-11-27, 09:14 by Admin
» UCAPAN: Selamat 'Iydul `Ádhá ... Hari Raya Qurbán
2009-11-26, 16:08 by Admin
» IPTEK: Biang Gempa-Bumi dan Tsunami
2009-10-31, 02:53 by Achmad Firwany
» ESAI: Orang "Bodoh" VS Orang Pintar
2009-10-28, 04:14 by Achmad Firwany
» DZIKIR: Muslim? Segera Dirikan Sholat. Waktu Tiba. Allah Tunggu Laporan Anda!!!
2009-10-14, 12:20 by Achmad Firwany
» IPTEK: Ucapkanlah AlHamduLillah Bila Gempa Bumi atau Gunung Meletus
2009-10-14, 09:31 by Agus Haryo Sudarmojo
» LENSA; Al Qur`an dan Bilangan 19
2009-10-12, 06:51 by Admin
» LENSA: Dibalik Kemerdekaan RI: 17 Agustus 1945
2009-09-26, 18:14 by Achmad Firwany
» INFOTEK: Senjata Api Pembunuh Berbentuk PonSel
2009-09-26, 17:06 by Admin
» INFOTEK: Senjata BelaDiri Kejutan-Listrik Tegangan-Tinggi Berbentuk PonSel
2009-09-26, 16:34 by Admin
» KULTUM: FITHR dan FITHRAH. Apa Ma'na Sebenarnya?
2009-09-26, 09:35 by Achmad Firwany
» KULTUM: SHILATURRAHIMI: Kenapa? Untuk Apa? Bagaimana?
2009-09-25, 16:41 by Achmad Firwany
» INFO: Lebaran 1 Syawal 1430 H = 20 September 2009 M
2009-09-16, 17:34 by Admin
» NETLINK: Belajar Bahasa Al Qur`an: Lafzhiyah dan Harfiyah via Internet
2009-09-05, 09:12 by Admin
» KOSMOS : Jumlah Bintang vs Jumlah Butiran Pasir
2009-08-31, 23:27 by Agus Haryo Sudarmojo
» LENSA: Wujud Nyata Toleransi Antar Umat Beragama
2009-08-28, 06:31 by Achmad Firwany
» NETLINK: Belajar Bahasa Arab Bertaraf Internasional
2009-08-28, 02:46 by Achmad Firwany
» NETLINK: Menerjemahkan Al Qur`an dengan Cara Menghitung Huruf
2009-08-28, 02:41 by Achmad Firwany
» NETLINK: Ensiklopedia Mukjizat AlQuran dan Hadits
2009-08-28, 02:29 by Achmad Firwany
» ARTIKEL: Uji Teks Al Qur`an VS Al Kitab
2009-08-26, 05:54 by Admin
» PUASA: Jadwal Sholat dan Imsyak Ramadhan Seluruh Wilayah Indonesia
2009-08-23, 04:40 by Admin
» IT: NEWS: Microsoft Gandeng Nokia
2009-08-14, 18:13 by Admin
» IT: NEWS: Microsoft dan Yahoo Bersama Saingi Google
2009-08-11, 05:09 by Admin
» IPTEK: NEWS: BPPT Luncurkan Penerjemah OnLine 9 Bahasa
2009-08-11, 04:53 by Admin
» IPTEK: NEWS: LAPAN Resmikan Perpustakaan OnLine dan Komunitas Antariksa
2009-08-11, 04:36 by Admin
» IPTEK: Warna. Properti dan Atribut
2009-08-06, 11:52 by Admin